Penulis

Lihat Semua
Randy Kilgore

Randy Kilgore

Randy Kilgore bekerja selama lebih 20 tahun sebagai manajer senior bidang sumber daya manusia sebelum ia kembali belajar di seminari. Setelah memperoleh gelar Master in Divinity pada tahun 2000, selama satu dekade terakhir ini ia melayani para pekerja di dunia usaha dan juga menulis buku. Randy dan istrinya, Cheryl, tinggal di Massachussets bersama dua anak mereka.

Artikel oleh Randy Kilgore

Gangguan yang Disengaja

Ketika pertama kalinya saya dan istri berkolaborasi untuk menulis sesuatu, kami sama-sama menyadari bahwa kebiasaan saya yang suka menunda-nunda akan menjadi halangan utama. Tugas istri adalah menyunting tulisan saya dan mengingatkan batas waktu-nya, tetapi tugas saya sepertinya adalah membuat istri kewalahan. Keteraturan dan kesabaran istri saya sering berhasil menolong saya mengatasi kesulitan dalam mengikuti tenggat dan arahan.

Menantikan Allah

Suatu hari saya duduk bersama para penumpang lainnya dalam bus yang membawa kami ke ruang tunggu penerbangan selanjutnya. Tiba-tiba pengemudi bus mendapat perintah untuk berhenti sejenak. Karena waktu terbang sudah mepet, seorang penumpang tidak bisa menerima penundaan itu dan kehilangan kesabaran. Ia memarahi si pengemudi, memaksanya untuk mengabaikan perintah, bahkan mengancam akan menuntutnya. Tak lama kemudian, seorang petugas dari maskapai sambil berlari datang membawa sebuah koper. Dengan memandangi penumpang yang marah itu, si petugas menyo-dorkan koper yang dibawanya dan berkata, “Koper Anda ketinggalan. Saya dengar Anda akan menghadiri pertemuan penting, jadi saya pikir Anda pasti membutuhkan koper ini.”

Mengikuti Petunjuk

Dalam keluarga kami, buku petunjuk produk telah menjadi sumber frustrasi bagi saya dan olok-olok bagi keluarga saya. Ketika saya dan Cheryl baru menikah, usaha saya untuk melakukan perbaikan-perbaikan kecil di rumah selalu berakhir berantakan. Saya pernah mencoba untuk memperbaiki pancuran air, tetapi yang terjadi adalah air terus mengucur dan mengaliri dinding. Kegagalan saya berlanjut setelah kami mempunyai anak—salah satunya ketika saya coba meyakinkan Cheryl bahwa saya tidak butuh petunjuk untuk merakit mainan anak yang saya anggap sederhana. Salah besar!

Pembawa Kasih

Dalam pelayanan saya sebagai pembina rohani, terkadang saya diminta untuk menolong seseorang dalam pergumulannya. Saya merasa senang bisa membantu mereka, dan kenyataannya, sayalah yang belajar banyak dari mereka. Contohnya ketika seorang petobat baru yang jujur berkata kepada saya dengan pasrah, “Saya rasa lebih baik tidak membaca Alkitab. Semakin banyak saya tahu tentang apa yang Allah harapkan dari diri saya, saya justru semakin menghakimi orang lain yang tak berperilaku seperti yang tertulis dalam Alkitab.”

Pandai Besi dan Sang Raja

Pada tahun 1878, Alexander Mackay asal Skotlandia tiba sebagai misionaris di daerah yang sekarang dikenal sebagai Uganda. Ia membuka bengkel pandai besi di tengah suku yang dipimpin Raja Mutesa. Penduduk desa yang berkumpul mengelilingi Mackay, yang sedang bekerja dengan tangannya, merasa heran karena budaya mereka menganggap bahwa bekerja adalah urusan wanita. Pada masa itu, kaum pria di Uganda tidak pernah bekerja dengan tangan. Mereka biasa menyerang desa lain untuk menangkap budak yang kemudian dijual kembali. Namun orang asing itu bekerja menempa alat pertanian.

Begitu Dikasihi

Bertahun-tahun lalu, saya pernah memiliki kantor di Boston. Dari kantor itu, saya dapat memandang ke arah Taman Makam Granary, tempat banyak pahlawan Amerika yang penting dimakamkan. Di sana terdapat nisan dari John Hancock dan Samuel Adams, dua tokoh penanda tangan Deklarasi Kemerdekaan Amerika Serikat. Tidak jauh dari nisan mereka, terdapat nisan Paul Revere, pahlawan perang revolusi Amerika.

Mudahnya Tidak Bersyukur

Krek, krik. Krek, krik . . .

Tak Lagi Terpenjara

Seorang pria setengah baya mendekati saya setelah saya memimpin sebuah lokakarya di tempat kerjanya. Ia bertanya demikian: “Saya sudah menjadi Kristen hampir di sepanjang hidup saya, tetapi saya terus-terusan kecewa pada diri sendiri. Mengapa saya merasa selalu melakukan hal-hal yang seharusnya tidak saya lakukan dan tidak pernah melakukan hal-hal yang saya tahu seharusnya dilakukan? Tidakkah Allah lelah melihat saya?” Dua orang yang berdiri di samping saya juga tampak bersemangat menunggu tanggapan saya.

Dikuduskanlah Nama-Mu

Suatu siang, saya berdiskusi dengan seorang sahabat sekaligus pembina rohani saya tentang penyebutan nama Allah dengan sembarangan. ”Jangan menyebut nama Tuhan, Allahmu, dengan sembarangan,” demikian bunyi perintah Allah yang ketiga (Kel. 20:7). Kita mungkin berpikir bahwa hal itu hanya melarang kata umpatan yang menyebut nama Allah atau memakai nama-Nya dengan sembarangan atau tidak hormat. Namun, pembina rohani saya selalu punya cara untuk mengajarkan saya tentang iman yang sejati. Ia menantang saya memikirkan perbuatan lain yang dapat mencemarkan nama Allah.